Oleh : DR. Elviriadi, S.Pi.,M.Si, Pakar Lingkungan Provinsi Riau
Mediapesisirnews.com | Akulah Riau, Negeri sejuta Risau. Bukan karena negeri nya tandus. Tapi hati dan qalbu yang bersilangan dilautan jiwa manusia Riau telah tergerus.
Oleh Apa? Hutan dan tanah yang pupus. Bukit bukau yang dulu memukau, kini nafas “penghuni” nya mendengus dengus.
Dahulu Riau adalah wanita cinderela melegenda yang kadang mudah di sebut “Siti Nurbaya”. Ia anak pingit, dara molek yang tekun merawat aurat dengan kain sarung pengganti hijab. Dengan senyum simpul rasa malu sambil berlalu bila bertemu.
Harta karunnya berjejer sepanjang Sungai, Suak Ceruk dan rantau. Seluruh permukaan bumi Riau permaidani, taman taman bunga warna warni. Menggoda setiap kumbang jantan yang “bertaruh” madu kehidupan.
Tapi sore itu suasana sontak berubah. Suara murai terdengar parau. Cacing dan Kerenggo patah balik, tak jadi me guitkan badan lincahnya.
Mister Marry dataaang...Tetiba suatu suara bergema membuat si gadis pingit serlingkan pandang. Tersebab yang datang bukan orang sembarang. Tapi Mr. Marry, (yang dulu di ranah Minang bernama asli Maringgih alias Datuk Maringgih…he he…dio jugo uponyoo????).adalah sosok piawai. Jam terbang sudah advance. Malang melintang dalam peraturan gombal menggombal dan ilmu penerawangan “mencari bini”. Tunduk suka rela sebagai output loby nya, atau -lebih sering- secara paksa.
Alhasil, si Riau putri pingit yang sedang memangku hutan belantara dalam balutan cinta. Tak luput jadi “sasaran” Sang Mister Marry (inggih..he he). Terjadilah kawin paksa yang melegenda dalam cerita. Lara duka dalam fakta.
Riau sejatinya ingin menata rias alam belantara dengan paradigma tersendiri, berporos pada akal budi. (Selengkapnya harap baca tulisan terdahulu : “Ketika Riau Tak Mencintaimu, Tuan).
Tapi putik putik kemudaan dan kehalusan hati tak sempat bermetamorfosa menjadi sekuntum bunga !
Ia segera diregut. Di hala ke hulu ke hilir. Oleh seringai si tua bangka Tuan Marry yang penuh muslihat tipu daya.
Sejak dibawah bendera revolusi syahwat imprealistik ala Mr.Marry tatanan budaya kesebatian melayu sirna seketika. Konsep kearifan lokal, hutan cadangan, rimbo larangan, tanah ulayat harus “takluk” pada ambisi maskulinitas Tuan Marry.
Puluhan cacing, kerenggo, mengkarong, biawak, ulat bulu, dan beruk lari tunggang langgang disapu pasukan “Transformers” yang meluluh lantakkan negeri Zamrud Khatulistiwa. Sambil lari mengelak pohon bertumbangan, mungkin ada diantara Sang Beruk sempat bergumam, ” dasar kalian pemimpin beruk, sesama beruk pun mau kalian sikat, matiiii akuuu..maaaaak…!! ????????
Biarkan Putik Mekar
Catatan harian Negeri kami bernama Riau terajut dari pedih dan luka. Tapi kepadamu, Tuan Marry, berpuluh tahun pipa angguk kami dentingkan dari perut bumi, jadi siapakah yang tak pro NKRI? Sultan Siak pun menyerahkan emas permata pada Bung Karno yang pandai Beretorika. Tapi kami tak minta apa apa. Yang kami minta hanyalah harapan harapan anak cucu kami pada laman bermain dengan taman taman penuh warna. Setelah jarum jarum pedih izin Hak Guna dan Industrialisasi yang baru saja tercabut. Walau sebagian kecil saja. Kami rakyat Riau berpinta agar tanah kami tetaplah menjadi tanah harapan yang dinanti. Ibarat Rembulan berbagi cahaya bintang, maka rebahlah segala gelap malam. Tuan Marry, biarkan putiknya mekar jadi bunga.*
Pekanbaru , 26/01/2022.